-->

5 FAKTOR MENGUATNYA KURS RUPIAH


Penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut sejak akhir Oktober. Saat ini rupiah berkisar 14.500 per dolar AS, terkuat dalam lebih dua bulan belakangan.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat cepat. Tren penguatan berlangsung mulai akhir Oktober. Sejak itu hingga berita ini ditulis, penguatannya ke level 14.500 per dolar AS. Level ini merupakan yang terkuat dalam lebih dari dua bulan belakangan.

Kepala Riset Ekonomi Danareksa Research Institute Damhuri Nasution memaparkan lima faktor dari domestik dan global yang menyebabkan nilai tukar rupiah menguat tajam. Pertama, faktor pemberlakukan pasar valas berjangka Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). O

perasional DNDF mulai efektif pada 1 November lalu, sebanyak 11 bank aktif 

“Pemberlakuan Domestik NDF membuat Foreign NDF mulai kurang diminati, dimana Foreign NDF ini biasanya quote rupiah cenderung lemah dan volatile (fluktuatif),”

"Kalau dulu NDF gak ada, sekarang ada. Ngapain harus ke Singapura? Di sini aja ada. Jadi terus akan kita lakukan agar pasarnya likuid dan investor confidence," ucapnya.

Kedua, pertumbuhan ekonomi yang mampu tumbuh di atas 5%. Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III lalu sebesar 5,17% secara tahunan (year on year/YoY). Penguatan utamanya didorong oleh tetap kuatnya konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi berada di level 5,17% sepanjang tahun ini.

“Ekonomi Indonesia bisa tetap tumbuh bagus di atas 5% (5,17% YoY) di tengah-tengah gejolak eksternal yang memaksa Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga cukup agresif,” ujarnya. 

"Artinya kan investor, terutama portofolio confidence terhadap kondisi Indonesia. Indonesia itu saya bilang fundamentalnya kuat dibandingkan negara-negara berkembang yang suka disebut bermasalah, ya bukan bandingannya," katanya.

Ketiga, optimisme pelaku pasar terhadap rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Argentina akhir November ini terkait dengan perang dagang antara kedua negara.

Adapun ketegangan hubungan dagang antar kedua negara menjadi salah satu faktor utama yang memicu derasnya arus keluar dana asing dari pasar keuangan negara berkembang ke aset dalam dolar AS sebagai safe haven. Alhasil, turut menjadi penekan kurs mata uang terhadap dolar AS sepanjang tahun ini.

Keempat, keringanan kepada delapan negara untuk tetap bisa membeli minyak dari Iran setelah pengenaan sanksi penuh oleh AS pada Selasa malam. “Akibatnya harga minyak turun, sehingga muncul optimisme pula bahwa neraca perdagangan migas kita akan lebih baik, yang pada gilirannya akan memperbaiki pula current account deficit (defisit transaksi berjalan),” ujarnya.

Kelima, aliran masuk dana asing ke pasar obligasi maupun saham. “Pertumbuhan ekonomi yang tetap bagus, inflasi terjaga serta prospek ekonomi yang masih relatif bagus, membuat investor asing kembali melirik pasar modal Indonesia,” kata dia.

Kepemilikan asing di obligasi negara terpantau terus menanjak sejak 19 Oktober, dari posisi Rp 847,82 triliun menjadi 867,55 triliun per 5 November. Ini artinya, kepemilikan asing bertambah Rp 19,73 triliun.

Sementara itu, di pasar saham, investor asing tercatat membukukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 5,96 triliun dalam sebulan belakangan.

Menko Darmin Ungkap Penyebab Rupiah Menguat 

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, penguatan mata uang Garuda didorong pasar yang mulai melihat rupiah under value atau murah di bawah harga wajar. Hal ini membuat pasar tertarik mengoleksi rupiah dan menanamkan investasinya.

"Salah satu penyebabnya itu, market akhirnya melihat bahwa rupiah kita itu sudah under value, dan memang ada yang namanya investment bank yang mengatakan itu sehingga market sebagian sebelum ini dia mulai masuk, sehingga modal asingnya ada yang mulai masuk," ujar Darmin di Kantornya, 

Namun dia tak bisa memastikan kondisi ini akan berlangsung sementara atau jangka panjang. Sebab gonjang-ganjing ekonomi global masih terus berlangsung seperti perang dagang dan normalisasi kebijakan Amerika Serikat.

"Rupiahnya mulai menguat tapi ya kalau ditanya apakah ini sementara atau seterusnya ya tergantung, karena Amerika Serikat pun masih akan menaikkan tingkat bunga dan sebagainya. Kita belum bisa bilang tapi bahwa terlihat sekarang bahwa market itu menganggap rupiah itu sudah terlalu murah, sehingga dia masuk, beli, sehingga rupiahnya menguat," jelasnya.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, pemerintah akan terus menjaga momentum penguatan rupiah. Salah satunya menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah ada seperti kebijakan pajak impor, penggunaan B20 dan mengkaji kebijakan baru.

"Apakah itu seterusnya, tergantung nih proses dunia ini belum berhenti. Artinya ini masih bisa berkembang kalau kemudian perang dagang nanti entah bagaimana, tingkat bunga di Amerika nanti gimana. Untuk menjaga momentum tersebut, kita bisa menjalankan kebijakan kita lebih baik sama membuat kebijakan baru," tandasnya.

Akankah Rilis Data CAD Merenggut Mahkota Rupiah Besok?

Bank Indonesia (BI) dijadwalkan mengumumkan rilis terbaru Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2018 besok. Salah satu komponen yang ditunggu-tunggu adalah transaksi berjalan. 

Maklum, komponen ini menjadi isu yang ditunggu oleh investor. Gambaran spesifik kinerja perekonomian bisa didapatkan dari rilis data ini. Informasi terkait neraca perdagangan barang dan jasa, neraca pendapatan primer hingga sekunder bisa didapatkan. 

Ketika masing-masing variabel menghasilkan angka minus, memperbesar peluang terjadi defisit transaksi berjalan. Lantas apa dampaknya? 

Ketika defisit terjadi, artinya aliran valas yang keluar jauh lebih besar. 

Mata uang domestik tidak punya pijakan untuk menguat, sehingga menyebabkan terjadi depresiasi. 

0 Response to "5 FAKTOR MENGUATNYA KURS RUPIAH"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel